Derap langkah pengembangan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) di Asia Tenggara semakin bergemuruh. Beberapa negara, mulai dari Singapura, Malaysia, Thailand, hingga Vietnam, berlomba-lomba mengumumkan investasi besar terkait adopsi teknologi AI.
Fenomena ini menandai dimulainya perang investasi AI di kawasan ASEAN yang diperkirakan semakin membara di masa mendatang. Singapura, dalam anggaran pendapatan dan belanjanya baru-baru ini, mengalokasikan dana 1 miliar dollar Singapura atau setara Rp 11,1 triliun untuk memperkuat kapabilitas AI negaranya dalam lima tahun ke depan. Rencana investasi besar tersebut diproyeksikan kian memperkokoh posisi Singapura sebagai pusat bisnis dan inovasi global berbasis ekonomi digital. Keseriusan Singapura sudah bisa kita lihat dari kehadiran Large Language Model (LLM) bahasa-bahasa di kawasan ASEAN, yaitu SEA-LION yang dikembangkan oleh AI Singapore. Tak mau kalah, Thailand juga tengah menggodok enam proyek unggulan AI sebagai bagian dari implementasi fase kedua Strategi dan Rencana Aksi AI Nasional. Salah satu proyeknya adalah pembangunan talenta tenaga kerja AI dan LLM Bahasa Thailand (ThaiLLM).
Upaya ini membutuhkan total anggaran sekitar 42 juta dollar AS dan sebagian besar akan diinvestasikan untuk mengasah kemampuan AI para tenaga kerja lokal. Thailand juga berencana mengembangkan proyek Travel Link yang memanfaatkan AI untuk menyediakan rekomendasi destinasi wisata demi menggenjot pendapatan pariwisata lokal berdasarkan data kunjungan wisatawan.
Di Vietnam, pemerintah telah menyiapkan investasi sebesar 144 juta dollar AS untuk mendorong adopsi AI di wilayahnya. Sementara Malaysia telah mengalokasikan 1,8 miliar ringgit dalam kerangka Ekonomi Digital 4IR demi mewujudkan visi menjadi negara AI terdepan di ASEAN pada 2030. Fakta-fakta tersebut menyoroti upaya serius negara-negara tetangga dalam membangun ekosistem ekonomi digital berbasiskan AI di wilayahnya.
Betapa tidak, McKinsey memprediksi potensi manfaat ekonomi AI di kawasan Asia Tenggara bisa mencapai 1 triliun dollar AS pada 2030. Tentu saja angka yang sangat menggiurkan bagi negara-negara ASEAN yang ingin berada di barisan terdepan dalam persaingan ekonomi digital berbasis AI.
Indonesia sendiri diperkirakan meraup 366 miliar dollar AS pada 2030 dari potensi tersebut. Pada 2023, nilai ekonomi digital Indonesia tumbuh 8 persen, mencapai 82 miliar dollar AS. Tren pertumbuhan ini diperkirakan berlanjut dengan nilai barang dagangan bruto (GMV) diperkirakan meningkat 15 persen menjadi 109 miliar dollar AS pada 2025 dan lebih dari dua kali lipat menjadi 360 miliar dollar AS pada 2030.
Inisiatif baru dan langkah konkret
Menyikapi fenomena ini, Indonesia patut memiliki kekhawatiran sekaligus semangat untuk ikut memanfaatkan peluang di depan mata. Sebagai negara dengan ekonomi terbesar di ASEAN dan modal kekayaan sumber daya alam berlimpah, Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar untuk mengungguli negara-negara lain dalam pengembangan teknologi AI. Basis data yang melimpah dari kekayaan maritim dan keanekaragaman hayati adalah modal besar yang tak dimiliki negara lain.
Momentum ini harus disikapi dengan langkah-langkah strategis nyata. Tak cukup hanya dengan meluncurkan Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial 2020-2045 oleh BPPT/Kemenristek beberapa tahun yang lalu. Perlu ada inisiatif baru dan lebih konkret untuk menghadapi kontestasi ekonomi digital di kawasan ASEAN yang kian bergolak akibat peningkatan ekonomi AI.
Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial (Korika) sebagai orkestrator AI Indonesia mendesak pemerintah segera melakukan pembaruan strategi nasional AI dengan mempertimbangkan kemajuan pesat AI generatif dan potensi kehadiran artificial general intelligence (AGI) pada 2024 ini.
Dengan memanfaatkan momentum adopsi AI oleh industri dan dunia usaha, pemerintah seharusnya segera membentuk sebuah lembaga atau komite khusus pengembangan AI di tingkat pusat. Komite ini bertugas mengoordinasikan seluruh upaya terkait inovasi, investasi, hingga etika dan tata kelola penerapan AI secara menyeluruh di berbagai sektor strategis nasional. Komite nasional AI harus memiliki kewenangan khusus dalam menyelaraskan perencanaan dan implementasi strategi AI lintas kementerian dan lembaga di tingkat pusat dan daerah.
Selama ini kebijakan transformasi digital dan pengembangan teknologi digital sering kali tumpang tindih, terserak, bahkan kontradiktif antara satu instansi dan instansi lainnya. Kondisi semrawut ini harus disatukan untuk membangun AI Indonesia dalam satu komando pusat yang memiliki arah strategi jelas dan kepemimpinan kuat. Ini juga dilakukan oleh semua negara di dunia yang berpacu dalam global AI race, perlombaan untuk menguasai dunia dengan penguasaan teknologi AI.
Salah satu prioritas utama komite nasional AI adalah pendanaan investasi dan menyusun peta jalan (roadmap) komprehensif pengembangan teknologi AI dengan tujuan yang terukur dan target-target yang jelas, mulai dari jangka pendek seperti satu tahun, jangka menengah lima tahunan, hingga jangka panjang seperti 10-20 tahunan. Tanpa peta jalan yang jelas, investasi AI hanya akan terbuang percuma.
Peta jalan itu juga harus mencakup strategi penguatan infrastruktur digital, pengembangan talenta AI, rumusan tata kelola dan panduan etika, hingga penetapan bidang prioritas strategis dengan memanfaatkan kekayaan sumber daya maritim yang berlimpah. Kesemua itu harus direncanakan serta dilaksanakan dengan sistematis dan terukur.
Selanjutnya, komite AI nasional harus memiliki fungsi krusial, yakni melobi pemerintah pusat agar mengalokasikan investasi besar serta dana riset dan inovasi unggulan di bidang AI. Keterbatasan pendanaan memanjang jadi persoalan utama dalam mengembangkan teknologi AI di Tanah Air. Namun, sejatinya bukan perkara sulit bagi ekonomi digital besar seperti kita untuk menyisihkan anggaran besar bagi inovasi AI dalam negeri.
Kepemimpinan yang kuat
Pengalaman negara tetangga, seperti Singapura, Thailand, dan Malaysia, telah menunjukkan investasi besar menjadi kunci keberhasilan membangun ekosistem AI yang maju. Jika tidak ingin kalah bersaing, Indonesia sudah sepatutnya melakukan hal yang sama.
Langkah selanjutnya, komite khusus AI juga harus menginisiasi program-program insentif fiskal, seperti pengurangan pajak bagi industri yang menerapkan inovasi AI. Selain itu, berbagai insentif lain untuk mempercepat adopsi AI di sektor industri dan swasta juga perlu dirumuskan. Pemerintah harus menjadi pionir dalam pemanfaatan AI dengan menerapkannya pada berbagai layanan publik yang prioritas. Langkah ini akan menjadi momen penting untuk mendorong adopsi lebih luas di kalangan masyarakat sekaligus sektor industri.
Yang tak kalah penting, kita harus melaksanakan program literasi digital serta reskilling-upskilling keterampilan masyarakat dan tenaga kerja secara masif dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia. Mentransformasikan negara menjadi ekonomi digital berbasis AI merupakan keniscayaan jika tidak ingin tertinggal oleh negara-negara lain.
Tantangan terberat terletak pada kepemimpinan pusat yang kuat agar pelaksanaan seluruh strategi pengembangan AI dapat berjalan dengan efektif dan berdampak nyata bagi kemajuan bangsa.
Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara harus terlibat langsung untuk menempatkan agenda AI sebagai prioritas utama pembangunan nasional. Tanpa arahan dan pengawalan langsung dari pimpinan tertinggi negara, seluruh upaya pengembangan AI hanya akan menjadi proyek tak bermakna. Kepemimpinan yang kuat dan terukur akan jadi energi pendorong dalam memastikan terlaksananya program-program yang disusun, mulai dari inisiatif regulasi dan tata kelola AI, alokasi anggaran yang memadai, hingga transformasi keterampilan SDM yang efektif.
Kolaborasi erat dengan seluruh komponen bangsa, seperti pemda, kalangan industri, akademisi, dan komunitas, pun akan kian mudah dengan adanya kepemimpinan nasional yang kokoh. Sebab, pada akhirnya, sinergi dan soliditas seluruh elemen bangsa menjadi kunci agar Indonesia mampu mengungguli negara-negara lain menjadi pemain utama dalam ekosistem ekonomi digital berbasis AI di kawasan ASEAN.
Jangan sampai kita kembali menyaksikan ekonomi kita tergilas oleh gelombang revolusi industri baru yang berbasis pada kecerdasan artifisial.
Kompas, 28 Maret 2024
Oleh: Hammam Riza – Ketua Umum Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial (KORIKA) / Kepala BPPT 2019 – 2021
Heryunanto/Kompas